Salah
satu cara sosiologi menjelaskan keteraturan dan memprediksi kehidupan social
adalah dengan memandang perilaku manusia sebagai sesuatu yang dipelajari.
Pendekatan ini atas alasan-alasan yang akan dijelaskan nanti, disebut dengan
teori structural consensus.
Proses kunci yang ditekankan teori
ini disebut sosialisasi. Istilah ini merujuk kepada cara dimana manusia mempelajari perilaku tertentu yang diharapkan dari mereka diwujudkan dalam latar
social. Dimana mereka menemukan diri mereka sendiri. Dari sudut pandang ini,
masyarakat berbeda karena jenis-jenis perilaku yang di anggap sesuai ternyata
berbeda-beda.
Manusia Adalah masyarakat yang lain
berpikir dan berperilaku berbeda karena aturan-aturan yang berlainan mengenai
bagaimana harus berperilaku dan berpikir. Hal yang sama juga bagi kelompok yang
berbeda dalam masyarakat yang sama. Tindakan dan ide dari suatu kelompok
berbeda dari kelompok lain karena anggotanya disosialisasikan dalam aturan yang
berbeda pula.
Teori Konsensus berpendapat bahwa
aturan kebudayaan suatu masyarakat, atau struktur, menentukan perilaku
anggotanya, menyalurkan tindakan-tindakan mereka dengan cara-cara tertentu yang
mungkin ber beda dari masyarakat yang lain. Mereka melakukan hal itu dengan
cara yang mirip dengan kontruksi fisik
bangunan, yang menstrukturkan tindakan orang yang berada di dalamnya. Ambillah
contoh perilaku siswa di sekolah. Ketika berada dalam lingkungan sekolah, mereka
memiliki pola perilaku yang relative teratur. Mereka berjalan disepanjang
koridor, naik dan turun tangga, keluar
dan masuk kelas melalui pintu tertentu. Mereka tidak keluar atau masuk kelas
melalui jendela, memanjat tembok, dan sebagainya. Gerakan fisik mereka dibatasi
oleh bangunan sekolah. Karena hal ini mempengaruhi semua siswa sama, perilaku
mereka di dalam sekolah akan sama dan akan menunjukkan pola yang cukup
jelas.
Dalam teori consensus, hal yang sama
juga terjadi di dalam kehidupan social. Individu akan berperilaku sama dalam latar
social yang sama karena mereka dibatasi oleh aturan-aturan kebudayaan yang
sama. Meskipun struktur social ini tidak Nampak dalam hal struktur fisiknya,
orang yang disosialisasikan dalam aturan
ini menemukan hal ini menentukan.
Tingkatan dimana aturan-aturan
kebudayaan ini bekerja dapat bervariasi. Aturan tertentu, hukum misalnya,
bekerja pada tingkatan seluruh masyarakat dah menstrukturkan perilaku setiap
orang yang hidup di dalam masyarakat
tersebut. Aturan-aturan yang lebih khusus, menstrukturkan orang-orang dalam
latar yang lebih khusus pula. Misalnya, anak-anak dikelas diharapkan untuk
berperilaku tertib, dan penuh perhatian. Contoh lain, ketika petugas polisi
atau perawat, atau tentara sedang bertugas, aturan kebudayaan tertentu
menstrukturkan kelakuan mereka sangat kaku. Selepas batas-batas ini tidak
diterapkan, dan sebagai gantinya adalah, aturan-aturan dalam keluarga, sebagai
ayah,ibu atau anak, atau sebagai suami atau istri.
Hal di atas menunjukkan bagaimana
teori struktur social dari aturan kebudayaan bekerja. Aturan ini tidak
diterapkan kepada individu itu sendiri, melainkan kepada posisi dalam struktur
social yang mereka tempati. Penjaga toko, polisi, pengatur lalu lintas, guru
atau siswa dibatasi oleh ekspektasi kebudayaan yang diterapkan pada posisi ini, tetapi hanya jika mereka menempati
posisi tersebut. Dalam lingkungan yang lain, dalam lokasi yang lain dalam
struktur social sebagai ayah atau ibu, pemain squash, pendukung tim sepak bola,
jemaah gereja, dan seterusnya. Aturan-aturan yang lain bekerja.
Para sosiolog menyebut posisi-posisi
dalam struktur social sebagai peranan. Aturan yang menstrukturkan perilaku
orang-orang yang menempati posisi disebu norma. Ada aturan kebudayaan tertentu
yang tidak melekat pada peranan atau perangkat peranan tertentu. Disebut nilai,
yang merupakan ringkasan dari cara-cara hidup yang sudah disepakati bersama,
dan bertindak sebagai basis yang dari basis ini norma-norma tertentu berlaku.
Jadi, misalnya ,”Pendidikan harus menjadi kunci keberhasilan” ; “Hubungan
keluarga harus menjadi peranan paling penting untuk dilindungi” ; “ Kemandirian
harus menjadi syarat bagi pencapaian individual.” Semua ini adalah nilai, dan
nilai ini menijadi prinsip umum, yang menjadi sumber norma bagi mengarahkan
perilaku disekolah, dirumah, dan ditempat
dan kerja.
Menurut teori sosiologi ini,
sosialisasi menjadi norma dan nilai menghasilkan kesepakatan, atau consensus,
diantaranya orang-orang mengenai perilaku dan keyakinan yang sesuai, yang tanpa
kedua hal ini masyarakat tidak dapat hidup. Itulah sebanya cara pandang ini
disebut teori structural consensus.melalui sosialisasi, aturan-aturan
kebudayaan menstrukturkan perilaku, menjamin consensus dalam hal perilku yang
di harapkan,dan oleh karena itu menjamin keteraturan social.
Jelas bahwa dalam masyarakat
kompleks kadang-kadang menjamin ada norma-norma dan nilai-nilai yang
brlawanan.sebagai contoh, ketika sebagian orang berpikir bahwa kurang baik
apabila seorang ibu pergi bekerja, cukup banyak wanita yang ingin bekerja sebagai
wujud keinginan akan kebebasan. Anak-anak sekolah mendorong teman-temannya
untuk melanggar aturan sekolah, dan mengucilkan teman-teman yang tidak mau
ikut.guru seringkali memandang gejala ini dengan cara. Tory Party Coference
adalah pertemuan yang membahas sanksi hukuman terhadap orang-orang yang
mengkritik polisi.
Para teoritisi consensus menjelaskan
perbedaan dalam perilaku dan sikap dalam konteks keberedaan pengaruh kebudaaan
alternatif, karakteristik dari latar social. Contoh yang baik dalam hal ini
adalah pendekatan teori ini terhadap ketidak setaraan pendidikan.
Ketidak
setaraan pendidikan pendidikan: nalisis teori consensus
Penelitian
pendidikan menunjukan,dengan kesimpulan eksplisit, bahwa pencapaian dalam
pendidikan sangat kuat kaitannya dengan keanggotaan kelas social, gender, dan
asal-usul etnik. Sebagai contoh, banyak sekali bukti yang menunjukan bahwa
anak-anak dari kelas buruh pekerja yang memiliki kecerdasan yang sama dari
kelas menengah memiliki pencapaian jauh lebih rendah dari pada anak-anak dari
kelas menengah itu.
Untuk mejelaskan hal ini, teori
consensus menghimpun konsep-konsep dalam pendekatan mereka mengenai kehidupan
social,norma, nilai, sosialisasi, dan kebudayaan. Dimulai dari asumsi dasar
bahwa perilaku dan keyakinan di sebabkan oleh sosialisasi ked alam
aturan-aturan khusus, eksplanasi mereka mengenai rendahnya pencapaian pendidkan
anak-anak kelas pekerja mengidentifikasi:
·
Pengaruh kebudayaan yang mengendalikan
anak-anak kelas menengah mencapai sukses akademik.
·
Pengaruh kebudayaan yang menjerumuskan
anak-anak kelas pekerja ke dalam pencapaian yang sangat rendah
Penjelasannya
biasanya sebagai berikut. Tingginya pencapaian anak-anak kelas menengah di
dorong oleh sosialisasi kedalam norma dan nilai yang ideal bagi pencapaian
pendidikan. Karena pengalaman pendidikan mereka sendiri. Orang tua kelas
menengah sangat mengetahui bagaimana pendidikan berlangsung dan bagaimana
mencapainya. Lebih lanjut, mereka nampaknya sangat ingin agar anak-anak mereka
mencapai sukses dalam pendidikan. Jadi anak-anak ini tumbuh dalam latar social
dimana pencapaian pendidikan bernilai tinggi dan mereka secara terus-menerus didorong
dan dibantu untuk mencapai potensi akademik yang tinggi.
Sebaliknya, latar belakang anak-anak
buruh pekerja kerapkali kekurangan sosialisasiyang menguntungkan. Orang tua
kelas pekerja nampaknya hanya memiliki pendidikan yang terbatas, mungkin tidak
memadai. Meskipun mereka ingin sekali agar anak-anak mereka mencapai sukses
pendidikan tetapi mereka nyaris tidak mengetahui bagaimana kalangan kelas
menengah mencapai keberhasilan pendidikan itu. Kadang mereka melecehkan
pencapaian pendidikan; misalnya, mereka tidak percaka bahwa mereka tidak tahu.
Akibatnya, anak-anak mereka diajarkan untuk tidak menghargai pencapaian
pendidikan, lebih senang bila anak-anak cepat bekerja,meninggalkan bangku
sekolah untuk ikut terjun dalam lapangan kerja rendahan.
Teori
consensus: kesimpulan
Ini
adalah sebuah contoh mengenai penerapan teori consensus pada fakta kehidupan
social. Dari sudut pandang teoritisi, berbagai pola kelakuan merupakan produk
dari berbagai pola sosalisasi. Nampaknya cara pandang ini berlawanan dengan
komitmen teori-teori ini terhadap gagasan bahwa keteraturan social dalam suatu
masyarakat adalah hasil kesepakatan atau consensus di kalangan para anggotanya
mengenai bagaimana berperilaku dan apa yang di pikirkan. Akan tetapi teoro
consensus mengatakan bahwa meski terdapat perbedaan kebudayaan diantara
kelompok-kelompok, akan meski terdapat ejumlah sub-budaya dalam suatu kesatuan
besar kebudayaan, dalam semua masyarakat consensus itu selalu ada. Hal ini
karena semua masyarakat memiliki nilai-nilai yang mantap mengenai suatu art
penting yang tidak perlu di perdebatkan. Nilai-nilai ini mugkin disebut
nilai-nilai inti atau nilai-nilai sentral, dan sosialisasi memantapkan setiap
orang untuk tunduk pada nilai-nilai itu.
Di inggris pada zaman Victoria, dua
nilai sentral adalah komitmen kepada moralitas Kristen, dan kesetiaan kepada
ratu dan kerajaan inggris. Kini,contoh-contoh nilai sentral dalam masyarakat
kapitalis barat mungkin pentingnya pertumbuhan ekonomi, pentingnya institusi
demokrasi, pentingnya penegakan hukum, dan pentingnya kebebasan setiap individu
dalam hukum. Jadi, sesungguhya sesuatu yang diyakini sebagai “dasar dari cara
hidup bangsa kita” pada masa tertentu biasanya merupakan nilai sentral dalam
suatu masyarakat.
Bagi
teori consensus nilai-nilai inti merupakan penyangga yang di bangun dan di
pelihara melalui proses sosialisasi. Perilaku social dan struktur social di
tentukan oleh kekuatan budaya eksternal. Kehidupan social di mungkinkan karena
adanya struktur social yang menjadi tatanan budaya.
0 komentar:
Posting Komentar